Jumat, 09 Oktober 2015

Mars dan Venus


Aku adalah Semesta, tempat berkumpulnya segala yang ada di jagat raya. Aku penyambung cerita, saya pula yang menyaksikan mereka. Dari yang bertemu, bersama hingga berpisah. Dari yang berduka lara, ceria dan berbahagia. Segalanya.

Aku adalah Semesta, si penyambung cerita.
Seperti yang Aku janjikan, Aku akan mengisahkan dua anak manusia. Sebut saja Venus dan Mars.

Mari, ikut bersamaku untuk menyelami kisah dua anak manusia ini.

Kuharap kau tidak terlalu terlena dengan alur yang akan aku buat nantinya.
Kisah mereka akan saya sajikan secara runtun perlahan-lahan mulai dari saat ini hingga nanti, selamat menikmati. Hati-hati terhadap pikiran dan perasaanmu.



 

Yogyakarta, di sabtu senja

Begini, siang tadi aku berada di taman salah satu universitas di Yogyakarta. Sedang asyik menikmati nyanyian merdu burung nuri, yang mungkin saja mengganggu aktivitas kawula muda di hari ini.

 Mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang berteriak lantang bersama gerombolannya, ada yang tertawa terbahak-bahak, dan ada pula yang terjebak dalam dunianya sendiri. Sebentar, ini menarik sepertinya. Ketika yang lain sibuk dengan hingar bingar dunia perkampusan, lelaki yang mengenakan kacamata dan kemeja yang dilinting hingga siku itu memilih untuk menyendiri. 

Samar aku mendengar lirik lagu yang terputar pada ipod miliknya -Won’t lay down our heads till the day is won. Won’t stop running till we reach the sun- ia seolah terbawa dalam pusaran makna syair lagu tersebut. Terjerat pada kedalaman pemikiran yang sepertinya seringkali menyiksanya sendiri.

 Entahlah, aku baru saja mengamatinya, hari ini. Matanya memandang sekeliling, sesekali senyum mengembang di wajahnya ketika bersitatap dengan orang yang dia kenal. Ah, nampaknya dia mudah bergaul dengan siapapun, tapi mengapa dia sendiri? Satu pertanyaan tercipta dan nanti akan aku temukan jawabannya, pasti. 

Aku menyadari tatapan lelaki itu berhenti, aku mengejar arah pandangannya. Tatapannya berhenti pada seorang wanita yang sedang asik bergumul dengan sketchbook yang dia bawa. Dia menorehkan beragam warna disana, entah apa yang dia gambar, namun ia seolah tenggelam pada ayunan yang sedang ia cipta sendiri. Manis, itu yang bisa kugambarkan ketika melihat wanita ini, terlebih ketika angin menggoyangkan rambut pendek sebahunya. 

“Mars, udah jam 4 nih. Kamu ngga pulang?“

Sontak aku berhenti memandangi wanita tadi, pandanganku kembali beralih pada lelaki yang menarik perhatianku tadi. Sapaan seorang teman membuatnya terbangun dari tidur sesaatnya. Rupanya ketika aku mengamati wanita tadi, lelaki itu sudah terlebih dahulu tertidur.
Ia hanya mengangguk pada lelaki yang menyapanya tadi, seraya melirik pada jam tangan yang ia pakai. 

Tak lama setelah itu, ia segera beranjak dari taman ini. Melangkah pergi dengan tas ransel yang menyampir pada salah satu lengannya. Sebelum melangkah, matanya kembali menelusuri taman, mencari jawaban lalu berlalu seolah tak peduli pada apa yang dia temukan. 

Sedang wanita tadi, ia sedang sibuk mengemasi sketchbook-nya, lalu terburu-buru pergi berlari ke arah perpustakaan. Sepertinya dia hendak mencari buku guna membantunya menyelesaikan tugas.

Lengang. Suasana kembali sepi seperti awal, dan kini hanya menyisakan aku dan sinar mentari yang mulai beranjak dari peraduannya. Namun sayangnya, mataku masih tetap ingin mengawasi kedua anak manusia ini. Mereka seperti dua kutub magnet yang berlawanan, berbeda, namun aku menemukan beragam persamaan. Tapi aku yakin mereka bisa saling tarik-menarik, nanti, bukan saat ini. Tunggu saja kalau kau tak percaya. Semesta sepertinya akan ikut ambil andil dalam hal ini.

 


Aku rasa sudah cukup sampai disini untuk hari ini, mengenai besok, nanti kuceritakan lagi. Kau penasaran dengan kehidupan mereka? Sabar, aku pasti akan memaparkannya padamu, tenang saja

Tidak ada komentar: