Bila kemarin aku tidak sengaja
bertemu dan menceritakan padamu tentang wanita yang acap kali menamai dirinya Venus. Kali ini mungkin aku akan mengajakmu tenggelam
bersama lelaki yang kerap menempelkan headset pada telinganya, siapa lagi jika
bukan Mars. Mari, kuajak kau berlayar dengan kisah ini. Sekali lagi aku peringatkan padamu,
hati-hati terhadap pikiran dan perasaanmu.
Sore tadi, di jalanan kota Yogyakarta, aku menemukan sosok lelaki yang sama seperti saat aku bertemu di taman kala itu. Sebentar, sepertinya itu adalah seseorang yang sering dipanggil Ki oleh kawannya. Aku yakin mesencephalonku masih berfungsi dengan amat baik.
Dia bukan berjalan dari arah
kampus, bukan pula sedang membawa tas ranselnya seperti biasa. Kali ini dia
membawa carrier, sepertinya dia baru pulang dari perjalanan jauh, itu menurut
pradugaku saja.
Langkah kakinya terhenti, mengamati sekitar dan kerap kali
memandang langit. Entah apa yang dia lakukan sebenarnya, tetapi aku tertarik
untuk mengikutinya.
Tak lama kemudian, aku sampai
pada halaman sebuah rumah yang cukup asri, lagi-lagi aku mengobservasi keadaan
di sekitar hingga menjadi lupa bahwa objek yang aku ikuti sedari tadi sudah
menghilang dari pandangan.
Mungkin dia berada di dalam, entahlah, tapi
tiba-tiba saja sayup terdengar suara seorang wanita paruh baya,
“Kiandra, pulang kok ga
kabarin Bunda? Kamu sudah makan?”
Aku sesegera mungkin menuju
asal suara tersebut, dan ya, lelaki itu ada disitu bersama seorang wanita yang
rupanya sangat ayu dan teduh. Lelaki ini teramat jarang mengeluarkan suaranya.
Ia hanya menjawab pertanyaan ibunya dengan gelengan kepala dan sebuah senyuman.
Lalu langkahnya segera menuju salah satu ruangan, dan tak lama kemudian ia
kembali membawa sepiring makanan. Dan serta merta mengambil posisi duduk
ternyaman tepat di sebelah wanita itu.
Ruangan ini berhasil
kuabadikan dalam ingatan.
Selama berada di ruangan ini
senyum lelaki tadi terus mengembang, larut bersama percakapan dengan ibunya.
Ada rindu yang terpancar disela percakapan yang tercipta.
Tapi, di sudut otak
lelaki itu ada kenangan yang menggelayut manja dan tak pernah mudah untuk dia
enyahkan. Kenangan yang seolah sudah mematikan jiwanya dan menjadikan dia hidup
hanya dikerubungi rasa cemas yang mendera.
Sosok lelaki ini begitu
menyimpan pesona yang teramat besar. Aku akui. Pun sepenglihatanku, ia begitu
mudah akrab pada orang lain, mampu menciptakan suasana nyaman pada sekitarnya
namun ia selalu siaga untuk membangun sekat apabila ada orang yang mencoba
lebih dekat. Seolah beramah, namun tak ingin sembarang menjadi rumah.
Semakin aku menelisik lelaki
ini, semakin aku menemukan banyak benang yang belum mampu dia uraikan. Ah ya
dan lagi kali ini aku dan kamu akhirnya tahu siapa nama asli lelaki itu,
Kiandra.
Sudah kukatakan bukan, cepat
atau lambat aku akan semakin mengenal mereka dan membawamu turut serta dalam
kisah ini.
Sudah, kucukupkan saja ceritaku untuk hari ini. Aku tak yakin kau
sanggup menerima banyak informasi dalam sekejap dariku. Kita nikmati saja
perjalanan kisah ini. Dan sekali lagi, hati-hati pada harapan yang kerap
kau rangkai pada kisah ini.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar