Sabtu, 24 Oktober 2015

Mars dan Venus Part 3


Bila kemarin aku tidak sengaja bertemu dan menceritakan padamu tentang wanita yang acap kali menamai dirinya Venus. Kali ini mungkin aku akan mengajakmu tenggelam bersama lelaki yang kerap menempelkan headset pada telinganya, siapa lagi jika bukan Mars. Mari, kuajak kau berlayar dengan kisah ini. Sekali lagi aku peringatkan padamu, hati-hati terhadap pikiran dan perasaanmu.

Sore tadi, di jalanan kota Yogyakarta, aku menemukan sosok lelaki yang sama seperti saat aku bertemu di taman kala itu. Sebentar, sepertinya itu adalah seseorang yang sering dipanggil Ki oleh kawannya. Aku yakin mesencephalonku masih berfungsi dengan amat baik.

Dia bukan berjalan dari arah kampus, bukan pula sedang membawa tas ranselnya seperti biasa. Kali ini dia membawa carrier, sepertinya dia baru pulang dari perjalanan jauh, itu menurut pradugaku saja.

 Langkah kakinya terhenti, mengamati sekitar dan kerap kali memandang langit. Entah apa yang dia lakukan sebenarnya, tetapi aku tertarik untuk mengikutinya.

Tak lama kemudian, aku sampai pada halaman sebuah rumah yang cukup asri, lagi-lagi aku mengobservasi keadaan di sekitar hingga menjadi lupa bahwa objek yang aku ikuti sedari tadi sudah menghilang dari pandangan. 

Mungkin dia berada di dalam, entahlah, tapi tiba-tiba saja sayup terdengar suara seorang wanita paruh baya,

“Kiandra, pulang kok ga kabarin Bunda? Kamu sudah makan?”

Aku sesegera mungkin menuju asal suara tersebut, dan ya, lelaki itu ada disitu bersama seorang wanita yang rupanya sangat ayu dan teduh. Lelaki ini teramat jarang mengeluarkan suaranya. Ia hanya menjawab pertanyaan ibunya dengan gelengan kepala dan sebuah senyuman.

 Lalu langkahnya segera menuju salah satu ruangan, dan tak lama kemudian ia kembali membawa sepiring makanan. Dan serta merta mengambil posisi duduk ternyaman tepat di sebelah wanita itu.

Ruangan ini berhasil kuabadikan dalam ingatan.



Selama berada di ruangan ini senyum lelaki tadi terus mengembang, larut bersama percakapan dengan ibunya. Ada rindu yang terpancar disela percakapan yang tercipta. 

Tapi, di sudut otak lelaki itu ada kenangan yang menggelayut manja dan tak pernah mudah untuk dia enyahkan. Kenangan yang seolah sudah mematikan jiwanya dan menjadikan dia hidup hanya dikerubungi rasa cemas yang mendera.

Sosok lelaki ini begitu menyimpan pesona yang teramat besar. Aku akui. Pun sepenglihatanku, ia begitu mudah akrab pada orang lain, mampu menciptakan suasana nyaman pada sekitarnya namun ia selalu siaga untuk membangun sekat apabila ada orang yang mencoba lebih dekat. Seolah beramah, namun tak ingin sembarang menjadi rumah.

Semakin aku menelisik lelaki ini, semakin aku menemukan banyak benang yang belum mampu dia uraikan. Ah ya dan lagi kali ini aku dan kamu akhirnya tahu siapa nama asli lelaki itu, Kiandra. 

Sudah kukatakan bukan, cepat atau lambat aku akan semakin mengenal mereka dan membawamu turut serta dalam kisah ini.

Sudah, kucukupkan saja ceritaku untuk hari ini. Aku tak yakin kau sanggup menerima banyak informasi dalam sekejap dariku. Kita nikmati saja  perjalanan kisah ini. Dan sekali lagi, hati-hati pada harapan yang kerap kau rangkai pada kisah ini.

Tidak ada komentar: